Kendala Nyata Guru dalam Mengimplementasikan Kurikulum Merdeka Berbasis Pendekatan Pembelajaran Mendalam/Deep Learning

Daftar Isi
 Kendala Nyata Guru dalam Mengimplementasikan Kurikulum Merdeka Berbasis Pembelajaran Mendalam/Deep Learning

Refleksi Bersama untuk Saling Menguatkan Praktik di Kelas dan Sekolah

Kurikulum Merdeka hadir membawa semangat perubahan besar dalam dunia pendidikan Indonesia. Salah satu ruh utamanya adalah pendekatan pembelajaran mendalam (deep learning), sebuah pendekatan yang menekankan pemahaman bermakna, berpikir kritis, refleksi, dan keterlibatan aktif murid dalam proses belajar.

Kendala Nyata Guru dalam Mengimplementasikan Kurikulum Merdeka Berbasis Pendekatan Pembelajaran Mendalam

Namun, di balik semangat tersebut, tidak sedikit Bapak/Ibu Guru yang menghadapi berbagai kendala nyata di lapangan. Kendala-kendala ini sering kali tidak tertulis di dokumen kebijakan, tidak selalu terungkap dalam pelatihan resmi, tetapi sangat terasa saat kita berdiri di depan kelas.

Artikel ini tidak bertujuan untuk menghakimi atau menyalahkan siapa pun. Sebaliknya, tulisan ini adalah ruang refleksi bersama, agar kita sebagai guru dapat saling berbagi, saling belajar, dan saling menguatkan dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka berbasis pembelajaran mendalam.

1. Pemahaman Konsep Pembelajaran Mendalam yang Belum Merata

Salah satu kendala awal yang paling sering dirasakan guru adalah belum utuhnya pemahaman tentang apa itu pembelajaran mendalam.

Banyak guru bertanya:

  • Apakah pembelajaran mendalam sama dengan pembelajaran aktif?

  • Apakah cukup dengan diskusi kelompok?

  • Apakah proyek otomatis berarti pembelajaran mendalam?

Dalam praktiknya, masih ada guru yang:

  • Menganggap pembelajaran mendalam adalah kurikulum dan sebagai pengganti kurikulum merdeka

  • Mengira cukup dengan mengganti model pembelajaran tanpa mengubah cara berpikir

  • Merasa bingung membedakan antara surface learning/pembelajaran permukaan dan deep learning/pembelajaran mendalam

Padahal, pembelajaran mendalam bukan sekadar apa yang dilakukan murid, tetapi bagaimana murid membangun makna, mengaitkan konsep, dan merefleksikan proses belajarnya.

➡️ Di titik ini, guru sering merasa ragu: “Apakah yang saya lakukan sudah benar?”

Artikel terkait, baca Pengertian Pembelajaran Mendalam

2. Beban Administrasi yang Masih Cukup Tinggi

Kurikulum Merdeka diharapkan memberi ruang kemerdekaan bagi guru. Namun di lapangan, tidak sedikit guru yang justru masih merasa terjebak dalam beban administrasi.

Beberapa keluhan yang sering muncul:

  • Penyusunan modul ajar /RPP yang memakan waktu

  • Penyesuaian format perangkat ajar yang terus berubah

  • Pelaporan dan dokumentasi kegiatan yang detail

  • Masih bingung dalam menyusun TP dan ATP

Akibatnya, energi guru masih banyak yang habis untuk menyelesaikan dokumen, bukan mendesain pengalaman belajar yang mendalam.

Padahal, pembelajaran mendalam membutuhkan:

  • Perencanaan yang reflektif

  • Observasi proses belajar siswa

  • Waktu untuk menganalisis respon dan pemahaman murid

➡️ Pertanyaannya: bagaimana guru bisa fokus pada pembelajaran bermakna jika waktu habis untuk administrasi?

3. Tantangan Mengubah Pola Pikir Guru dan Siswa

Pembelajaran mendalam menuntut perubahan mindset, baik dari guru maupun murid.

Dari sisi guru:

  • Terbiasa menjadi pusat informasi

  • Merasa “tidak mengajar” jika tidak banyak menjelaskan

  • Khawatir target materi tidak tercapai

Dari sisi murid:

  • Terbiasa menerima jawaban instan

  • Kurang terbiasa bertanya dan berpendapat

  • Menganggap belajar hanya untuk nilai

Ketika guru mulai memberi pertanyaan terbuka, ruang diskusi, dan refleksi, sering muncul respons:

  • Murid bingung

  • Kelas terasa “tidak kondusif”

  • Proses belajar berjalan lebih lambat

➡️ Di sinilah guru diuji: bertahan dengan cara lama atau konsisten membangun budaya belajar baru?

Artikel terkait, baca Pola Pikir Bertumbuh (Growth Mindset): Kunci Sukses Pembelajaran Mendalam

4. Keterbatasan Waktu Pembelajaran

Pembelajaran mendalam membutuhkan waktu:

  • Waktu eksplorasi

  • Waktu diskusi

  • Waktu refleksi

Namun realitas di kelas sering kali:

  • Jam pelajaran terbatas

  • Jadwal padat

  • Target kurikulum harus tercapai

Akhirnya, guru berada di dilema:

  • Mendalam tapi materi tidak selesai

  • Materi selesai tapi pembelajaran dangkal

Tidak sedikit guru yang akhirnya kembali pada metode cepat:

  • Ceramah

  • Latihan soal

  • Penugasan rutin

➡️ Apakah sistem kita sudah benar-benar memberi ruang bagi pembelajaran mendalam?

5. Asesmen Pembelajaran Mendalam yang Masih Membingungkan

Asesmen dalam Kurikulum Merdeka menekankan:

  • Asesmen formatif

  • Umpan balik bermakna

  • Proses belajar, bukan hanya hasil akhir

Namun di lapangan, guru masih bertanya:

  • Bagaimana menilai proses berpikir siswa?

  • Bagaimana menilai diskusi dan refleksi?

  • Bagaimana mengelola nilai agar tetap adil?

Belum lagi tekanan dari:

  • Ekspektasi orang tua terhadap nilai angka

  • Sistem pelaporan hasil belajar

  • Kebiasaan lama berbasis tes tertulis

➡️ Guru sering terjebak antara idealisme pembelajaran mendalam dan tuntutan sistem penilaian.

6. Dukungan Lingkungan Sekolah yang Belum Optimal

Implementasi pembelajaran mendalam tidak bisa berdiri sendiri. Ia membutuhkan:

  • Dukungan kepala sekolah

  • Kolaborasi antar guru

  • Budaya sekolah yang reflektif

Namun realitanya:

  • Tidak semua sekolah memiliki visi yang sama

  • Masih ada budaya “yang penting jalan”

  • Inovasi guru belum tentu diapresiasi

Guru yang mencoba menerapkan pembelajaran mendalam terkadang merasa:

  • Sendirian

  • Tidak dipahami

  • Takut dianggap “berbeda”

➡️ Padahal, perubahan pendidikan seharusnya dibangun bersama.

7. Diklat Pembelajaran Mendalam Tahap Awal dan Keterkaitannya dengan BOS Kinerja

Dalam beberapa waktu terakhir, sebagian sekolah memperoleh kesempatan mengikuti Diklat Pembelajaran Mendalam (PM) tahap awal. Kesempatan ini tentu patut diapresiasi karena tidak semua sekolah mendapatkannya secara bersamaan. Terlebih lagi, bagi sekolah yang terpilih, program ini sering kali dikaitkan dengan BOS Kinerja sebagai bentuk dukungan kebijakan terhadap transformasi pembelajaran.

Namun, di sinilah muncul kendala baru yang cukup sensitif di lapangan.

Tidak sedikit Bapak/Ibu Guru yang menyampaikan refleksi seperti:

  • “Kami baru tahap awal, tapi ekspektasinya sudah seperti sekolah pengimbasan.”

  • “Diklat baru dimulai, tetapi tuntutan perubahan sudah sangat besar.”

  • “Sekolah mendapat BOS Kinerja, tetapi kesiapan SDM belum merata.”

a. Diklat Tahap Awal: Antara Kesempatan dan Tekanan

Bagi sekolah yang baru pertama kali mengikuti Diklat PM tahap awal, posisi ini sejatinya adalah fase belajar dan bertumbuh. Guru masih:

  • Mencerna konsep pembelajaran mendalam

  • Mencoba mengaitkan dengan praktik mengajar sehari-hari

  • Menyesuaikan dengan konteks kelas dan karakter murid

Namun, karena adanya label sekolah penerima BOS Kinerja, sering muncul tekanan tidak tertulis:

  • Harus segera menunjukkan perubahan signifikan

  • Harus memiliki praktik baik yang “siap ditularkan”

  • Harus terlihat lebih unggul dibanding sekolah lain

Padahal, pembelajaran mendalam tidak bisa tumbuh secara instan.

➡️ Di titik ini, guru berada di persimpangan antara proses belajar yang alami dan tuntutan hasil yang cepat.

b. Tantangan Implementasi di Sekolah Penerima BOS Kinerja

Sekolah yang memperoleh BOS Kinerja diharapkan mampu:

  • Menggerakkan komunitas belajar di Satuan Pendidikan maupun di KKG

  • Menjadi contoh praktik baik

  • Mengembangkan budaya refleksi dan kolaborasi

Namun kenyataannya, masih banyak tantangan:

  • Tidak semua guru ikut Diklat PM

  • Pemahaman guru masih beragam

  • Waktu kolaborasi terbatas

  • Fokus guru terpecah antara inovasi dan tugas rutin

Akibatnya, pembelajaran mendalam berisiko:

  • Menjadi program segelintir guru

  • Dipahami sebagai kewajiban administratif

  • Dilakukan demi laporan, bukan perubahan praktik

➡️ Pertanyaan reflektifnya: apakah BOS Kinerja sudah benar-benar diiringi dengan penguatan kesiapan guru?

c. Risiko Jika Diklat PM Dipahami sebagai Program, Bukan Proses

Salah satu kekhawatiran yang dirasakan guru adalah ketika Diklat PM:

  • Dipahami sebagai target

  • Diukur dari kelengkapan dokumen

  • Dikejar dalam waktu singkat

Jika ini terjadi, maka pembelajaran mendalam berisiko:

  • Kehilangan makna

  • Menjadi beban tambahan

  • Menimbulkan resistensi guru

Padahal, esensi Diklat PM seharusnya:

  • Menguatkan praktik reflektif guru

  • Memberi ruang aman untuk mencoba dan gagal

  • Mendorong perubahan bertahap dan berkelanjutan

➡️ Guru membutuhkan pendampingan, bukan sekadar penilaian.

d. Refleksi Kritis untuk Kita Semua

Bapak/Ibu Guru, khususnya yang berada di sekolah:

  • Peserta Diklat PM tahap awal

  • Penerima BOS Kinerja

Perlu kita sadari bersama bahwa:

  • Kesempatan ini adalah amanah

  • Proses belajar guru tidak bisa diseragamkan

  • Kualitas perubahan lebih penting daripada kecepatan

Pembelajaran mendalam akan tumbuh kuat jika:

  • Guru merasa aman untuk belajar

  • Sekolah memberi ruang kolaborasi

  • Kebijakan memihak pada proses, bukan sekadar hasil

Refleksi untuk Kita Semua

Bapak/Ibu Guru yang saya hormati,
Jika Bapak/Ibu pernah merasakan satu atau beberapa kendala di atas, Bapak/Ibu tidak sendiri. Kendala tersebut adalah bagian dari proses transformasi pendidikan yang sedang kita jalani bersama.

Pembelajaran mendalam bukan tentang kesempurnaan, tetapi tentang:

  • Kesadaran

  • Konsistensi

  • Kemauan untuk terus belajar dan merefleksi

Mari Berbagi di Kolom Komentar 👇

Agar artikel ini menjadi ruang belajar bersama, saya mengajak Bapak/Ibu Guru untuk berbagi pengalaman di kolom komentar:

  1. Kendala apa yang paling Bapak/Ibu rasakan saat menerapkan pembelajaran mendalam?

  2. Strategi apa yang sudah Bapak/Ibu coba, meskipun belum sempurna?

  3. Menurut Bapak/Ibu, dukungan apa yang paling dibutuhkan guru saat ini?

Tuliskan pengalaman Bapak/Ibu.
Satu komentar bisa menjadi penguat bagi guru lain yang sedang berproses.

Karena perubahan pendidikan tidak dibangun oleh satu orang,
tetapi oleh guru-guru yang mau terus belajar dan berbagi.

Kumpulan Buku Panduan Guru dalam Implementasi Pembelajaran Mendalam

Rajin Literasi Menuju Pembelajaran Mendalam, yuk pelajari Buku Panduan Mata Pelajaran Berbasis Pembelajaran Mendalam di bawah ini, sebagai langkah awal yang mendalam dalam mengimplementasikan PM, pada buku panduan ini terdapat contoh TP dan ATP serta RPPnya:

  1. Buku Panduan Pendidikan Pancasila Pendekatan Pembelajaran Mendalam untuk Guru SD/SMP/SMA Fase A-F Kelas 1-12 Semester 1 dan 2 Kurikulum Merdeka
  2. Buku Panduan Guru Bahasa Indonesia Pendekatan Pembelajaran Mendalam SD/MI/SMP/MTs/SMA/MA/SMK/MAK Fase A-F Kelas 1-12 Semester 1 dan 2 Kurikulum Merdeka
  3. Buku Panduan Guru Matematika Pendekatan Pembelajaran Mendalam SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK/MAK Fase A-F Kelas 1-12 Semester 1 dan 2 Kurikulum Merdeka
  4. Buku Panduan Guru Bahasa Inggris Pendekatan Pembelajaran Mendalam SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK/MAK Fase B-F Kelas 3-12 Semester 1 dan 2 Kurikulum Merdeka

Posting Komentar